Muhammad Al-Fatih Sang Penakluk


Judul: Muhammad Al-Fatih Sang Penakluk
Penulis: Ali Muhammad Al-Saalabi
Penerbit: Al-Wafi Publishin
ISBN: 9789791093378
2015
362 halaman


Biz toprakları değil gönülleri feth etmeye gidiyoruz.
(We are going to conquer not the lands but the hearts). 
-Muhammad Al-Fatih

Muhammad bin Murad, barangkali menjadi satu Sultan wangsa Utsmani yang begitu mahsyur. Lebih dikenal dengan nama Muhammad II atau Sultan Mehmet. Sultan yang mendapat amanahnya dalam usia muda ini pun mendapat julukan sebagai al-Fatih atau ada juga yang menyebutnya sebagai The Conqueror atas penaklukan (atau lebih tepatnya pembebasan) Konstantinopel, yang sebelumnya dikuasai oleh Byzantium.

Kisah tentangnya dan juga penaklukan yang dilakukannya banyak ditulis oleh para sejarawan, baik sejarawan Islam atau pun Barat, karena Konstantinopel adalah salah satu kota besar yang juga penting. Salah satu yang menuliskan mengenai Muhammad II ini adalah Dr. Ali Muhammad Ash-Shalabi, yang juga banyak menulis buku mengenai sejarah Islam ataupun biografi para tokoh Islam.

Ash-Shalabi, membagi bukunya menjadi dua bagian, bagian pertama yakni mengenai sejarah singkat berdirinya wangsa Utsmani hingga sultan-sultannya sebelum Muhammad II (yakni Murad, ayahnya). Sementara pada bagian kedua, ia menuliskan khusus mengenai Muhammad II dengan pembebasan Konstantinopel sebagai garis besar kisahnya.

Pada bagian pertama, dijelaskan bagaimana wangsa Utsmani ini bermula. Dimulai dari bantuan yang diberikan oleh Ertugrul terhadap pasukan Seljuk (muslim) yang berperang dengan pasukan Byzantium. Bantuan yang diberikan oleh Ertugrul dan kelompoknya ini membuahkan kemenangan bagi Seljuk, sehingga mereka dihadiahi satu wilayah di Anatolia. Ertugrul lalu mempunyai anak bernama Utsman yang kemudian dikenal sebagai Utsman I, yang kemudian darinya-lah wangsa Utsmani hadir.

Ash-Shalabi lalu menuturkan bagaimana sifat dari Utsman I dan juga berbagai wasiat untuk anaknya, Orhan bin Utsman, yang kemudian menjadi pemimpin Utsmani selanjutnya. Pusat pemerintahan mereka utamanya berada di Edirne (meski sempat beberapa kali berpindah-pindah), yang sekarang dalam wilayah Bulgaria. Singkatnya, Ash-Shalabi menuturkan sifat-sifat dan apa-apa yang dihasilkan dari masing-masing generasi Sultan. As-Shalabi pun menuturkan beberapa pasukan yang dimiliki Utsmani, semisal Janissary yang merupakan pasukan elitnya.

Selepas Orhan, anaknya, Murad I. Murad I kemudian digantikan oleh Bayazid I. Pada masa Bayazid I inilah salah satu penyerangan untuk menaklukan Konstantinopel hampir berhasil. Byzantium yang sudah tertekan pada akhirnya bisa bernapas lega ketika pasukan Bayazid I terpaksa mundur karena adanya serangan dari Timur (Taimur Lenk) yang berasal dari Mongol. Penyerangan antara dua penguasa besar ini tak hanya menggagalkan upaya Bayazid I untuk menaklukkan Byzantium, namun juga menghancurkan kesultanan Utsmani saat itu, Bayazid I sendiri akhirnya ditawan.

Anak-anak Bayazid I, yakni Sulaiman, Isa, Musa, dan Muhammad lalu bentrok dalam perang saudara untuk memperebutkan tahta kesultanan Utsmani. Bentrokan ini diakhiri dengan kemenangan Muhammad bin Bayazid yang lalu disebut sebagai Muhammad I (Mehmet I). Selepas Muhammad I wafat, anaknya Murad II menggantikannya. Pada masanya pula penyerangan terhadap Konstantinopel kembali dilancarkan namun sekali lagi menemui kegagalan.

Muhammad II, lalu menggantikan ayahnya sebagai Sultan Utsmani. Pada masanya lah, Konstatinopel dapat ditaklukkan. Muhammad II semenjak kecil telah dididik oleh berbagai guru dan ulama, hingga ia tidak hanya dibekali ilmu untuk nantinya memerintah, namun juga menguasai berbagai bahasa, seperti Turki, Arab, Yunani, Latin dan lainnya. Guru-gurunya yang termahsyur adalah Syaikh Al-Kurani serta Syaikh Aaq Syamsudin. Syaikh Aaq Syamsudin sendiri nasabnya tersambung hingga Abu Bakr Ash-Shiddiq. Para gurunya ini tidak hanya mengerti masalah agama, namun juga ilmu-ilmu lainnya, semisal sains, yang disebutkan cukup banyak terutama pada masa itu atau dinasti-dinasti sebelumnya (seperti pada masa Abbasiyah).

Muhammad II pun naik tahta menggantikan ayahnya. Ia yang selalu diyakinkan akan sabda Nabi bahwa Konstantinopel akan jatuh, dan pemimpin yang menaklukkannya adalah sebaik-baik pemimpin begitu pula dengan pasukannya adalah sebaik-baik pasukan.

Maka pada tahun 1453 M, dalam usia 22 tahun, usaha penaklukkan Konstantinopel berhasil. Puluhan hingga ratusan ribu pasukan disiapkan, pun dengan beratus kapal siap menyerang. Penyerangan yang dimulai sejak April 1453 ini menemui berbagai rintangan, semisal pelabuhan Tanduk Emas (Golden Horn) yang tak bisa dilewati karena terdapat rantai besar yang menghalangi, juga dijaga oleh banyak kapal. Beberapa usahanya yang terkenal seperti menembakkan meriam besar untuk menghancurkan dinding Konstantinopel juga memindahkan kapal-kapalnya yang lebih ringan melalui daratan, yakni di daerah Galata. Ia memerintahkan pasukannya meratakan daratan lalu meminyaki kayu dan kapal dan memindahkannya ke daerah yang lengang dengan penjagaan.

Usahanya berhasil, dan Konstantinopel semakin terdesak. Konstantine IX yang memerintah saat itu enggan untuk menyerah dan lebih memilih terus menyerang hingga akhirnya ia sendiri terbunuh. Sementara di lain pihak, Muhammad II yang sempat akan mundur kembali bersemangat setelah Syaikh Aaq Syamsuddin meyakinkannya bahwa kemenangan akan diraih. Kemenangan pun diraih setelah berminggu-minggu pengepungan berlangsung.

Selepas penaklukkan, Syaikh Aaq Syamsuddin lalu menemukan makam sahabat Nabi, Abu Ayyub al-Anshari, yang juga pernah berusaha menaklukkan Konstantinopel namun gagal. Penantian selama delapan abad ini akhirnya terbayar dengan usaha pasukan Muhammad II. Ia lalu mengubah Konstantinopel menjadi Islambol (atau Islambul) yang berarti Islam seluruhnya. Ia pun digelari al-Fatih serta Qaisar al-Rum atas penaklukkanya tersebut. Sesuai janjinya, Muhammad al-Fatih tidak memaksa para penduduk yang beragama Nasrani untuk berpindah, namun melindunginya sebagai warga negara. Gereja Aya Sophia atau Hagia Sophia sebagai gereja terbesar lalu diubah menjadi mesjid, sementara gereja lainnya tidak diubah dan dibiarkan untuk para pemeluk agama Nasrani.


***

Ash-Shalabi, memang tidak sangat rinci menuturkan mengenai al-Fatih, namun penaklukan Konstantinopel lebih ditekankan olehnya. Bagi saya pribadi, meski tidak terlalu mendalam dibahas olehnya, namun cukup memberi gambaran singkat mengenai awal berdirinya wangsa Utsmani dan tentu mengenai al-Fatih sendiri.

Post a Comment

0 Comments